Universitas
Gadjah Mada kembali menjadi perguruan tinggi terbaik di Indonesia versi
Webometrics. Menurut pengumuman yang dirilis 2012,
UGM berada di peringkat 9 dalam daftar 100 besar perguruan tinggi (PT) terbaik
di Asia Tenggara dan peringkat 379 dunia. Begitu juga Lembaga 4
International College and University (4ICU) kembali melansir pemeringkatan
universitas terbaik di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dalam pemeringkatan
Juli 2013, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tetap mengukuhkan diri di
peringkat pertama se-Tanah Air. Kedua Penilaian ini merupakan pemeringkatan berdasarkan popularitas website. Hal yang ingin dicapai, Pimpinan perguruan tinggi
didorong untuk menerapkan manajeman situs yang profesional dengan memperhatikan
mutu dan kuantitas publikasinya. Hal penting lainnya adalah para civitas
akademika perguruan tinggi didorong untuk produktif dalam penelitian. Menanggapi hal itu Kepala
Humas UGM mengatakan bahwa peringkat yang dicapai
UGM tersebut sebagai salah satu parameter untuk mengukur capaian dari upaya
yang telah dilakukan UGM selama ini, artinya penyebaran ilmu pengetahuan dan informasi
menggunakan laman UGM semakin membudaya.
Ditengah perasaan bangga karena mendapat predikat Perguruan
Tinggi terbaik di Indonesia, kita mungkin melewatkan satu hal yang membuat kita
tertegun. Penasehat Kebijakan Pendidikan Tinggi dari Badan Kerjasama
Internasional Jepang (JICA), Tiiji Wake pernah mengatakan, bahwa kelebihan PT
di Indonesia dibandingkan PT Jepang, yakni ada keharusan pengabdian pada
masyarakat. Inilah sejatinya yang membuat rasa kebanggaan kita muncul sebagai
akademisi kampus, bahwa mereka pendiri kampus dan bangsa ini menitipkan dharma
yang sangat suci “PENGABDIAN” pada hari itu. Dan kini, masih patutkah kita
berbangga hanya dengan penilaian dari aspek popularitas web semata?
Kita semua tahu dan sepakat bahwa setiap Perguruan Tinggi
mempunyai sejarah Tridharma Perguruan Tinggi yang menjadi pembeda antara PT
indonesia dengan PT negeri lain, dan nyaris tak terlihat dalam deretan
“Kriteria Kampus Terbaik” tridharma ke tiga ini yang kita sebut “PENGABDIAN”.
Muara dari aktualisasi kegiatan ilmu, baik pendidikan
maupun penelitian, adalah pengabdian pada masyarakat; pengabdian ini bukanlah
beban tambahan yang harus dipilih, tapi justru menjadi basis pijakan. (Purwo
santoso, 2011). Ironis memang, seharusnya pengabdian sebagai muara dari
pendidikan dan penelitian, dimana dari hasil pendidikan dan penelitian itu
lahir generator pemberdayaan yang mengaplikasikan ilmu temuannya untuk
kepentingan masyarakat, bukan sebatas berkutat pada publikasi ilmiah, namun juga
dampak positif yang diberikan oleh akademisi terhadap masyarakat, baik
mahasiswa, maupun dosen kapanpun dan dimanapun. Bahkan ada semboyan yang
meyakinkan kita bahwa pentingnya pengabdian menjadi ruh Perguruan Tinggi, “Riset
itu boleh gagal tetapi pengabdian harus berhasil, riset itu boleh berhenti
tetapi pengabdian harus terus berlanjut”.
Semangat mengembangkan program pemberdayaan masyarakat
ini sudah dibangun UGM sejak masa KKN. UGM termasuk salh satu kampus pelopor
program KKN nasional. Sejak tahun 1971 sampai sekarang, UGM mengirimkan ribuan
mahasiswanya untuk turun langsung ke masyarakat, membangun masyarakat hingga
sekarang KKN menjadi entitas nasional yang menakjubkan menurut sebagian besar orang-orang
luar negeri, dan ini patut kita syukuri dan tingkatkan. Dengan demikian misi
pengabdian pada masyarakat, melambangkan bahwa Perguruan tinggi merupakan
bagian integral masyarakat (Yuara Sukra, 1986).
Sebagai Universitas yang mengaku menjunjung tinggi
nilai pengabdian, tampaknya agak berseberangan dengan sikap UGM yang mendeskreditkan
dirinya sebagai World Class Riset University. Sehingga dampaknya UGM terkesan
fokus akan riset-riset tanpa pernah berinteraksi dengan masyarakat.
Mahasiswanya pun sibuk mengurus kepentingan karir masa depan dan memperkaya dirinya
sendiri tanpa berbalas budi “uang rakyat” berupa subsidi pendidikan yang kita
nikmati ini.
Menurut salah satu Dosen penggerak pengabdian
masyarakat di UGM, “Pendidikan jangan hanya jadi status sosial. Pengabdian itu
adalah pengamalan, tetapi beramal yang sistemik bukan asal-asalan”, ujar beliau
saat pelepasan masa Purna baktinya.
Jika benar UGM niat patenkan KKN jadi ikon Kampus
secara nasional. Maka harapan kita bersama adalah, civitas kampus melakukan
perombakan besar pada sistem pendidikan dan risetnya bahwa semua itu nantikan
akan bermuara pada pengabdian. Sehingga tidak ada lagi dosen ataupun mahasiswa
yang ogah-ogahan diminta memberikan penyuluhan kepada masyarakat pedesaan yang
membutuhkan.
Kalau kita akan memuliakan
bangsa dan nusa, baiklah kita menyempurnakan terlebih dahulu mereka yang
berjuta-juta di desa desa itu. Selama mereka belum hidup sempurna
belumlah kita berhak menamakan diri kita sebagai anak Indonesia.
(Dr. Soetomo 1908)
Dibalik semangat pengabdian yang kian renta dimakan
usia, akan muncul generator baru pemberdayaan masyarakat yang siap melaju,
menembus batas ruang dan waktu.
Sumber :
Dicuplik dari Seminar
Pemberdayaan Masyarakat (purna bakti Ir. Gatot Murdjito MS. 2013)
-lareangon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar