Kamis, 24 Oktober 2013

Jangan Salah kaprah, Kini Semangat Pengabdian Kian Renta


Universitas Gadjah Mada kembali menjadi perguruan tinggi terbaik di Indonesia versi Webometrics. Menurut pengumuman yang dirilis 2012, UGM berada di peringkat 9 dalam daftar 100 besar perguruan tinggi (PT) terbaik di Asia Tenggara dan peringkat 379 dunia. Begitu juga Lembaga 4 International College and University (4ICU) kembali melansir pemeringkatan universitas terbaik di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dalam pemeringkatan Juli 2013, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tetap mengukuhkan diri di peringkat pertama se-Tanah Air. Kedua Penilaian ini merupakan pemeringkatan berdasarkan popularitas website. Hal yang ingin dicapai, Pimpinan perguruan tinggi didorong untuk menerapkan manajeman situs yang profesional dengan memperhatikan mutu dan kuantitas publikasinya. Hal penting lainnya adalah para civitas akademika perguruan tinggi didorong untuk produktif dalam penelitian. Menanggapi hal itu Kepala Humas UGM mengatakan bahwa peringkat yang dicapai UGM tersebut sebagai salah satu parameter untuk mengukur capaian dari upaya yang telah dilakukan UGM selama ini, artinya penyebaran ilmu pengetahuan dan informasi menggunakan laman UGM semakin membudaya.
Ditengah perasaan bangga karena mendapat predikat Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia, kita mungkin melewatkan satu hal yang membuat kita tertegun. Penasehat Kebijakan Pendidikan Tinggi dari Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA), Tiiji Wake pernah mengatakan, bahwa kelebihan PT di Indonesia dibandingkan PT Jepang, yakni ada keharusan pengabdian pada masyarakat. Inilah sejatinya yang membuat rasa kebanggaan kita muncul sebagai akademisi kampus, bahwa mereka pendiri kampus dan bangsa ini menitipkan dharma yang sangat suci “PENGABDIAN” pada hari itu. Dan kini, masih patutkah kita berbangga hanya dengan penilaian dari aspek popularitas web semata?
Kita semua tahu dan sepakat bahwa setiap Perguruan Tinggi mempunyai sejarah Tridharma Perguruan Tinggi yang menjadi pembeda antara PT indonesia dengan PT negeri lain, dan nyaris tak terlihat dalam deretan “Kriteria Kampus Terbaik” tridharma ke tiga ini yang kita sebut “PENGABDIAN”.
Muara dari aktualisasi kegiatan ilmu, baik pendidikan maupun penelitian, adalah pengabdian pada masyarakat; pengabdian ini bukanlah beban tambahan yang harus dipilih, tapi justru menjadi basis pijakan. (Purwo santoso, 2011). Ironis memang, seharusnya pengabdian sebagai muara dari pendidikan dan penelitian, dimana dari hasil pendidikan dan penelitian itu lahir generator pemberdayaan yang mengaplikasikan ilmu temuannya untuk kepentingan masyarakat, bukan sebatas berkutat pada publikasi ilmiah, namun juga dampak positif yang diberikan oleh akademisi terhadap masyarakat, baik mahasiswa, maupun dosen kapanpun dan dimanapun. Bahkan ada semboyan yang meyakinkan kita bahwa pentingnya pengabdian menjadi ruh Perguruan Tinggi, “Riset itu boleh gagal tetapi pengabdian harus berhasil, riset itu boleh berhenti tetapi pengabdian harus terus berlanjut”.
Semangat mengembangkan program pemberdayaan masyarakat ini sudah dibangun UGM sejak masa KKN. UGM termasuk salh satu kampus pelopor program KKN nasional. Sejak tahun 1971 sampai sekarang, UGM mengirimkan ribuan mahasiswanya untuk turun langsung ke masyarakat, membangun masyarakat hingga sekarang KKN menjadi entitas nasional yang menakjubkan menurut sebagian besar orang-orang luar negeri, dan ini patut kita syukuri dan tingkatkan. Dengan demikian misi pengabdian pada masyarakat, melambangkan bahwa Perguruan tinggi merupakan bagian integral masyarakat (Yuara Sukra, 1986).
Sebagai Universitas yang mengaku menjunjung tinggi nilai pengabdian, tampaknya agak berseberangan dengan sikap UGM yang mendeskreditkan dirinya sebagai World Class Riset University. Sehingga dampaknya UGM terkesan fokus akan riset-riset tanpa pernah berinteraksi dengan masyarakat. Mahasiswanya pun sibuk mengurus kepentingan karir masa depan dan memperkaya dirinya sendiri tanpa berbalas budi “uang rakyat” berupa subsidi pendidikan yang kita nikmati ini.
Menurut salah satu Dosen penggerak pengabdian masyarakat di UGM, “Pendidikan jangan hanya jadi status sosial. Pengabdian itu adalah pengamalan, tetapi beramal yang sistemik bukan asal-asalan”, ujar beliau saat pelepasan masa Purna baktinya.
Jika benar UGM niat patenkan KKN jadi ikon Kampus secara nasional. Maka harapan kita bersama adalah, civitas kampus melakukan perombakan besar pada sistem pendidikan dan risetnya bahwa semua itu nantikan akan bermuara pada pengabdian. Sehingga tidak ada lagi dosen ataupun mahasiswa yang ogah-ogahan diminta memberikan penyuluhan kepada masyarakat pedesaan yang membutuhkan.

Kalau kita akan memuliakan bangsa dan nusa, baiklah kita menyempurnakan terlebih dahulu mereka yang berjuta-juta di desa desa itu. Selama mereka belum hidup sempurna belumlah kita berhak menamakan diri kita sebagai anak Indonesia.
(Dr. Soetomo 1908)


Dibalik semangat pengabdian yang kian renta dimakan usia, akan muncul generator baru pemberdayaan masyarakat yang siap melaju, menembus batas ruang dan waktu.

Sumber :
Dicuplik dari Seminar Pemberdayaan Masyarakat (purna bakti Ir. Gatot Murdjito MS. 2013)

-lareangon


Pengikut

Jumlah Pengunjung

free counters